Selasa, 15 Mei 2018

SM-1 (Mil Mi-1)




SM-1 , Terwelu dari Negara Polandia


SM-1 merupakan helikopter lisensi Polandia terhadap helikopter Mil Mi-1 buatan Uni Soviet. Helikoter ini pernah mengabdi di AURI. Helikopter ini datang ke Indonesia pada tahun 1959 dan dimasukkan kedalam Skadron Percobaan Helikopter AURI, lalu akhirnya helikopter ini dimasukkan dalam kesatuan Skadron Udara 7 Wing Operasi 004 Lanud Semplak (Atang Sendjaja) , Bogor. Menurut beberapa info yang didapat, AURI sempat menggunakan helikopter ini sebanyak 8 unit. Untuk mengoperasikan helikopter ini, AURI mendatangkan seorang instruktur heli dari Polandia yaitu Mr. Richard Widskorsky. Adapun penerbang AURI yang dilatih untuk mengoperasikan heli ini antara lain Soewoto Soekendar, Ashadi Tjahjadi, serta Letnan Udara I Pamoedji (dikemudian hari Letnan Udara I Pamoedji gugur bersama seorang bintara teknik Letnan Muda Udara I Amir dalam upaya memberikan pertolongan terhadap pesawat Dakota yang jatuh di pegunungan Kintamani Bali). Pada 21 Januari 1965, sebanyak 10 karbol disiapkan untuk mengikuti latihan transisi helikopter SM-1. Adapun anggota karbol yang mengikuti transisi ini yaitu : LUD Iping Suryadi, LUD Iskandar, LUD M. Warsito, LUD Tamat Sutrisno, LUD Soebagijono, LUD J. Sugiarto, LUD Suparman, LUD Stanis Tata, LUD Darsono,dan LUD Soerantho. Walaupun memang keberadaan helikopter SM-1 ini jarang terdengar ketika mengabdi di AURI, namun ada beberapa jasa yang dilakukan oleh helikopter SM-1 ini salah satunya seperti helikopter ini digunakan untuk memberikan pertolongan penyelamatan bagi para penumpang kapal Norwegia Corval yang mengalami kandas di Ujung Kulon pada November 1965. Sejak dilakukan pemutusan hubungan dengan blok Timur serta negara-negara sekutunya, helikopter ini mulai kesulitan suku cadang hingga akhirnya helikopter ini terpaksa di grounded. Di Indonesia, helikopter ini masih menyisakan 1 unit yang menjadi monumen di depan Lanud Atang Senjaya. Monumen tersebut didirikan sekitar tahun 70-an. Pada tahun 2017, monumen helikopter SM-1 di Lanud Atang Senjaya dipindah ke Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala,Yogyakarta. Saat ini helikopter yang tersisa satu-satunya di Indonesia ini sudah menghiasi di Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala bersama teman-teman satu angkatan sang terwelu ini.

De Havilland DH-86A Ekspress

RI-008, De Havilland DH-86A Ekspress sewaan Pemerintah Indonesia




Foto kedua dari om SamsUdin Putranto Hanafi 


Pada awal2 masa kemerdekaan kita, Pemerintah Indonesia banyak menyewa ataupun membeli pesawat untuk menembus blokade-blokade Belanda. RI-008 merupakan pesawat salah satu pesawat yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk menembus blokade-blokade Belanda. Pesawat ini kabarnya merupakan jenis DH-86A Ekspress bernomor konstruksi C/N 2344 dan bekas milik maskapai Intercontinental Air Tours,Sydney dengan registrasi G-ADYH dan memiliki nosename pesawat yaitu "Denebola". Bila dilihat dari awal pembuatannya, pesawat ini dibuat pada Bulan Juni tahun 1936 di Hatfield, setelah itu pesawat ini sempat berganti-ganti kepemilikan hingga akhirnya pada tahun 1948 pesawat ini disewa oleh Pemerintah Indonesia dan kabarnya bermarkas di Malaya dan Burma. Ketika pesawat ini disewa oleh Pemerintah Indonesia, pesawat ini mendapat registrasi RI-008, namun registrasi tersebut memang tidak terpasang dengan jelas ( kemungkinan untuk mengkaburkan identitas pesawat ). Pada saat Agresi Belanda 2 tanggal 19 Desember 1948, pesawat RI-008 ini kabarnya ada di Lapangan Terbang Maguwo. Beruntungnya, saat Belanda menyerang Lapangan Terbang Maguwo hampir seluruh pesawat di Lapter tersebut hancur ( termasuk RI-004 yg sedang stand by disitu ) kecuali pesawat RI-008 dan 2 K5Y1 Cureng yg diparkir di dalam Hangar Maguwo. Menurut beberapa info, livery RI-008 yg dicatat Belanda saat Belanda Melakukan AMB 2 yaitu menggunakan livery bertuliskan "Intercontinental" di body pesawat dengan tulisan " Skytravel Ltd" di ekor pesawat. Pesawat RI-008 yg ditemukan dalam Hangar TKR Oedara di Lapter Maguwo akhirnya disita oleh Belanda dan dibawa ke Lapangan Terbang Andir oleh Letnan K. Van Gessel. Di Andir, pesawat ini kabarnya dibongkar dan menyisakan 4 mesinnya yaitu De Havilland Gipsy. Menurut ‭http://www.goodall.com.au‬ , mesin tersebut akhirnya dipakai oleh Indonesia dikemudian hari dan digunakan untuk dipasang ke pesawat buatan Indonesia ( kemungkinan pesawat bikinan pak Nurtanio yaitu NU-200 "Sikumbang" ). Sayang peninggalan dari RI-008 sama sekali tidak ada karena pesawatnya telah dibongkar di Bandung pada 1949 dan tidak menyisakan apapun. Foto-foto dari RI-008 pun tidak pernah beredar jelas, namun 1 foto ini kemungkinan adalah "penampakan" dari De Havilland DH-86A Ekspress RI-008 sewaan Pemerintah Republik Indonesia.